Rabu, 06 Juli 2011

Penambahan Program Studi Universitas Brawijaya, Sebuah Liputan Mendalam.


Mengulas tentang kemunculan program studi atau prodi baru di setiap fakultas di Universitas Brawijaya (UB), terkadang menimbulkan banyak perntanyaan yang mendera. Apakah manfaat didirikannya prodi tersebut? atau syarat apa sajakah yang harus dipersiapkan agar prodi yang akan diciptakan apat berhasil dengan sukses nantinya?

Di UB sendiri terdapat beberapa prodi baru yang pada tahun ajaran 2011/2012 mampu ‘melahirkan’ kurang lebih 5 fakultas yang ada. Fakultas tersebut antara lain Fakultas Ilmu Administrasi dengan prodi barunya Ilmu Perpustakaan dan Bisnis Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya dengan prodi barunya bahasa dan Sastra Cina, Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris, Pendidikan Bahasa dan Sastra Jepang, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Antropologi Budaya dan Seni Rupa, Fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan prodi barunya Ekonomi Islam dan Keuangan Perbankan. Fakultas Teknik dengan prodi barunya Teknik Komputer, Sistem Informasi dan Teknik Kimia. Kemunculan prodi baru inilah yang nantinya akan menjaring minat bagi calon-calon mahasiswa baru, kemudian serta merta akan berlomba-lomba untuk meraih prodi baru ataupun jurusan yang diinginkan.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis adalah satu contoh dari sekian banyak fakultas yang pada tahun ajaran ini membuka prodi baru. Prodi baru yang ditambahkan yaitu Strata satu Ekonomi Islam dan Strata satu Keuangan Perbankan. Fakultas yang berdiri sejak tahun 1966 ini ternyata baru membuka prodi pada tahun ini. Sebelumnya fakultas yang identik dengan warna kuning ini tetap bertahan dengan tiga jurusannya.

Menurut Khusnul Ashar selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Pengambilan keputusan pembukaan prodi baru yang relatif lama dikarenakan masih dirasa perlu untuk melakukan tinjauan yang benar-benar matang dari segi dosen dan kebutuhan masyarakat. “Daripada dibuka tapi prodinya nggak bagus, selain dapat merugikan mahasiswa, lulusan jadi kurang memenuhi kebutuhan masyarakat.”
Ujarnya.

Beliau juga menguraikan bahwa Fakultas Ekonomi Bisnis adalah lembaga pendidikan yang berkewajiban memiliki kontribusi terhadap masyarakat dengan menyediakan mahasiswa yang siap kerja dan berkompeten dibidangnya, khususnya bagi lembaga atau perusahaan swasta (perbankan, red).

Sebelum prodi baru benar-benar terwujud, terlebih dahulu dilakukan beberapa persiapan dan prosedur yang harus dipenuhi. Diawali dengan pengajuan proposal yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Tinggi (Dikti) di Jakarta. Sambil mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) dosen dengan salah satu cara yang ditempuh yaitu memfasilitasi dosen-dosennya sekolah ke jenjang selanjutnya (S2 menuju S3), serta membekali kemampuan Bahasa Inggris dosen dengan mendatangkan tutor-tutor yang berkompeten dibidangnya.

SDM dosen yang terpenuhi sesuai harapan serta sarana prasarana yang memadai adalah salah satu unsur pemberian akreditasi baik bagi sebuah fakultas, begitu juga harapan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Setelah segala persiapan dalam pembukaan prodi baru sudah dirasa terpenuhi, kemudian prodi tersebut resmi dibuka, barulah penilaian dalam pemberian akreditasi dilakukan Universitas.

“Harapan saya, kita bisa menghasilkan lulusan yang benar-benar berkontribusi sesuai dengan kebutuhan masyarakat, khususnya dibidang sosial, perbankan maupun bisnis yang benar-benar ahli di bidangnya.” pungkasnya.

Penambahan program studi (prodi) merupakan suatu hal yang lazim dilakukan oleh fakultas di universitas manapun di Indonesia, termasuk di Universitas Brawijaya (UB). Pada hakikatnya, penambahan prodi dimaksudkan untuk meningkatkan mutu kualitas juga kredibilitas dari sebuah fakultas. Berkaitan dengan hal itu, maka sudah selayaknya penambahan prodi tersebut harus diikuti oleh unit layanan penjaminan mutu, seperti staf dosen yang qualified, fasilitas kegiatan belajar yang lengkap. Seperti laboraturium dan lain sebagainya. Sehingga penambahan program studi tidak memunculkan kesan “dipaksakan”.

Namun, dalam kenyataan di lapangan, hal tersebut tidak menunjukkan korelasi yang seirama. Seperti kegiatan belajar mengajar yang tidak maksimal, adanya outsource lecturer yang dipaksakan untuk mengampu mata kuliah yang bukan bidangnya, dan lain sebagainya. Lantas, bagaimana pihak dosen dan mahasiswa menanggapi hal tersebut?

Dari kacamata dosen, Agung Yuniarinto selaku salah satu staf dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) menyatakan penambahan prodi yang merujuk pada penjaminan mutu kualitas di suatu fakultas bisa dilakukan jika fakultas tersebut sudah memiliki unit pelayanan jaminan mutu yang mapan, baik itu dari staf dosen maupun dari fasilitas pendukung kegiatan belajar mahasiswa.

“Khusus FEB, kami menambah program studi Ekonomi Islam dan Keuangan Perbankan. Karena sumber daya internal FEB terutama berkaitan dengan unit layanan jaminan mutu telah mapan. Sehingga kualitas dari prodi baru yang ada dapat dipertanggungjawabkan.
“Di FEB pun sudah dipastikan tidak ada jam malam karena memang pembagian jadwal kuliah di FEB sudah mumpuni dan proporsional” tambah Agung.

Dari ungkapan diatas, dapat ditangkap bahwasanya dalam pendirian prodi baru di FEB memang sudah didukung kesiapan internal fakultas itu sendiri. Lantas bagaimana dengan fakultas lain yang ada di UB? Sudahkah memiliki kesiapan yang sama? Untuk menjawab hal tersebut, berikut adalah uraian singkat polemic penambahan prodi dari kacamata mahasiswa.
“UB dinilai belum layak untuk membuka terlalu banyak prodi, karena kurangnya fasilitas yang ada. Malah bikin ada jam kuliah malam seperti yang terjadi di FIA (Fakultas Ilmu Administrasi)” ujar Arif, salah satu mahasiswa FIA-UB dalam mengawali pembicaraan.

Selain masalah jam kuliah malam, Arif pun menambahkan masalah lain yang timbul. Khusunya di FIA, ada kelebihan total muatan siswa per kelas. Rata-rata siswa di kelas bisa mencapai 45 orang, hal tersebut tentu mengganggu konsentrasi belajar.
Dari ungkapan diatas, tentu melahirkan disparitas ketidakseimbangan kapabilitas dari tiap fakultas dalam mengampu suatu program studi, hal tersebut tentu patut menjadi wacana bagi pihak universitas untuk segera dibenahi.
Agung menjelaskan manfaat dan kerugian UB menambah prodi baru. Ia mengklasifikanya sebagai berikut:

Dari sudut manfaat, penambahan prodi di suatu fakultas dapat menambah banyak mahasiswa, dan tentunya dapat meningkatkan daya saing fakultas. Selain itu juga dapat menjadi simbol kemajuan, kredibilitas dan kualitas fakultas, karena dinilai sudah mampu dalam mengadakan suatu prodi baru yang dalam tahap pendirianya memerlukan perencanaan yang matang dan tentunya bukanlah suatu hal yang mudah.

Dari sudut kerugian, Agung menyatakan bahwasanya penambahan prodi di suatu fakultas bisa menjadi benalu bagi fakultas itu sendiri karena dapat menimbulkan proses kanibalisasi antar prodi. Prodi baru yang lebih popular, dapat memakan prodi lama yang kurang populer, begitupun sebaliknya. Ketika prodi tersebut memang tidak memiliki kualitas yang baik, akan menurunkan kredibilitas dan akreditas fakultas.
(met)

2 komentar:

  1. iseng komentar aja..
    saya rasa prodi baru bukan masalah utama.hapus aja itu yang namanya penerimaan jalur "ëkstensi" atau tes mandiri..apaan itu?yang keren tetap yang namanya jalur PMDK atau tes SPMB/SNMPTN (nasional)entah apa namanya sekarang...dulu, ekstensi itu hanya untuk pegawai yang ingin mencari ijazah sarjana..sekarang jadi lahan bisnis..akibatnya lulusan jadi seperti dianggap biasa saja atau ada yang menyebutnya lulusan sampah,karena saking banyaknya lulusan dan seringnya wisuda.itu masalah yang jelas sekali didepan mata, bukan prodi baru dsb..

    BalasHapus
  2. Itu berarti program sarjana yang ekonomi keuangan dan perbankan baru dibuka tahun 2011?

    BalasHapus